Penyelesaian Sengketa: Proses Sengketa Pajak yang Berjalan Lancar

Penyelesaian Sengketa: Proses Sengketa Pajak yang Berjalan Lancar

Penyampaian Sengketa Penyelesaian Sengketa pajak adalah serangkaian tindakan hukum yang diambil oleh wajib pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak. Istilah “sengketa” sering kali dianggap menakutkan atau menegangkan oleh para wajib pajak pada umumnya. Banyak orang percaya bahwa menyelesaikan sengketa memerlukan serangkaian proses yang rumit, suasana ruang sidang yang tegang, atau ketakutan akan pertanyaan-pertanyaan yang sulit. Akibatnya, beberapa anggota masyarakat memilih untuk tidak memperjuangkan hak-hak mereka dalam proses sengketa, terutama dalam sengketa pajak. Mereka lebih memilih untuk membayar pajak yang mereka yakini tidak terutang daripada harus melalui proses sengketa yang menakutkan dan menegangkan.

Proses sengketa pajak pada umumnya diawali dengan pengajuan keberatan, dilanjutkan dengan banding ke Pengadilan Pajak, dan terakhir peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Bayangkan jika masyarakat, terutama masyarakat awam, berada dalam satu ruangan dengan hakim, jaksa, dan semua orang yang terlibat di dalamnya, diliputi suasana tegang dari awal hingga akhir persidangan. Namun, ada satu proses penyelesaian sengketa pajak yang mungkin lebih nyaman, yaitu proses pengajuan keberatan.

Pengajuan keberatan, menurut peraturan perpajakan, secara lebih spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.03/2013 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur segala hal mulai dari ketentuan formal dan uji materiil hingga batas waktu pengajuan keberatan. Pengajuan keberatan diproses oleh kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tempat wajib pajak terdaftar, sehingga proses pengajuan keberatan masih diawasi oleh otoritas yang sama dengan proses pemeriksaan pajak. Karena masih ditangani oleh otoritas yang sama, banyak wajib pajak yang pesimis untuk mempertahankan posisinya dalam proses keberatan. Sebagian besar wajib pajak tersebut memilih untuk fokus pada proses banding di Pengadilan Pajak karena proses keberatan akan selalu menghasilkan keputusan yang sama dengan proses pemeriksaan pajak. Oleh karena itu, banyak Wajib Pajak yang menganggap proses keberatan hanya sebagai proses “numpang lewat” sebelum masuk ke proses banding.

Namun demikian, proses keberatan merupakan proses sengketa yang sangat mungkin dimenangkan jika Wajib Pajak dapat mengatur strategi dan langkah yang tepat. Artinya, jika Wajib Pajak dapat memberikan penjelasan yang lengkap dan memenuhi permintaan data dan dokumen yang diajukan oleh Tim Penelaah Keberatan, maka kemungkinan dikabulkannya pengajuan keberatan cukup besar. Terlebih lagi, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.03 /2013 mengakomodir ketentuan yang dapat membantu Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan, seperti adanya dua kali kesempatan yang diberikan oleh Tim Penelaah Keberatan untuk jangka waktu permintaan data yang harus dipenuhi, adanya penjelasan tambahan yang dapat diberikan oleh Wajib Pajak setelah surat keberatan disampaikan, adanya penjelasan tambahan yang dapat diberikan oleh Wajib Pajak melalui surat panggilan yang dikeluarkan oleh Tim Penelaah Keberatan, hak untuk menanggapi dan hadir pada saat Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH) diterbitkan oleh Tim Penelaah Keberatan, dan hal-hal lain yang diatur secara lebih khusus dalam PMK No. 09/PMK/2013, dan hal-hal lain yang diatur secara lebih khusus dalam PMK No. 09/PMK/2013.

Terlepas dari hak-hak yang diberikan oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 09/PMK.03/2013 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 202/PMK.03/2015, dalam praktiknya, keberatan pajak adalah proses penyelesaian sengketa pajak yang sangat diskresioner oleh Tim Penelaah Keberatan. Wajib Pajak sering kali diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasan dan memberikan data tambahan, meskipun batas waktu permintaan data telah lewat. Wajib Pajak juga diberi kesempatan berkali-kali untuk berdiskusi langsung dengan Tim Peneliti Keberatan. Tidak jarang Tim Peneliti Keberatan memberikan arahan kepada Wajib Pajak agar data yang disampaikan lebih mudah dibaca dan dimengerti sehingga proses penelaahan data lebih mudah dan peluang dikabulkannya Permohonan Keberatan menjadi lebih tinggi. Bahkan terkadang Wajib Pajak diberikan tambahan waktu untuk memberikan penjelasan dan data tambahan setelah pembahasan SPUH berlangsung. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak peluang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan pengabulan keberatan.

Selain itu, proses pembahasan dalam proses keberatan di Kanwil DJP tidak setegang pembahasan atau persidangan di tingkat banding atau peninjauan kembali. Bahkan terkadang wajib pajak disediakan makanan ringan dan minuman hangat selama proses pembahasan di ruang rapat. Proses diskusi terkadang tidak hanya berfokus pada sengketa, tetapi juga melibatkan obrolan-obrolan informal sebagai bentuk kedekatan dan keakraban antara wajib pajak dan petugas pajak. Bahkan candaan pun kerap dilontarkan di sela-sela diskusi agar prosesnya lebih santai. Kondisi ini tentu merupakan langkah yang tepat, karena terkadang konsultasi muncul saat diskusi mengenai kendala wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, seperti kendala administrasi atau kendala karena kebingungan dalam mengimplementasikan peraturan perpajakan. Hal ini juga menjadi wadah bagi DJP untuk menjalankan perannya dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak, yang tentunya akan menciptakan hubungan yang lebih dekat antara Wajib Pajak dan petugas pajak serta hubungan personal yang baik. Hubungan yang baik ini tentunya akan memudahkan komunikasi yang lebih baik jika dikemudian hari wajib pajak bertemu dengan petugas pajak yang sama untuk kasus pajak yang lain karena wajib pajak sudah mengenal dan menjalin komunikasi yang lancar pada saat proses keberatan.

Dengan demikian, jika Wajib Pajak dapat memberikan penjelasan yang lengkap dan data yang meyakinkan, tim penelaah keberatan tentu akan memiliki dasar yang kuat untuk mengabulkan keberatan Wajib Pajak. Sebab, DJP membutuhkan dasar pendapat yang kuat dan data yang meyakinkan untuk menyimpulkan proses keberatan. Namun, jika tim penelaah keberatan menolak permohonan keberatan Wajib Pajak, Wajib Pajak tentu memiliki alasan yang jelas, sehingga Wajib Pajak dapat mempersiapkan banding yang lebih baik dan efektif. Jika wajib pajak kurang jelas dengan rincian keputusan keberatan, wajib pajak dapat menghubungi tim penelaah keberatan dan meminta penjelasan dengan cara mengirimkan pesan secara langsung melalui email atau bertemu langsung dengan cara yang baik.

Singkatnya, proses komunikasi yang lancar yang terjalin selama proses keberatan terbukti lebih efektif dibandingkan dengan cara berkomunikasi yang terlalu ngotot. Hal ini tentu berbeda dengan gambaran penyelesaian sengketa pajak bagi masyarakat awam yang telah dijelaskan sebelumnya, karena ternyata proses keberatan dapat dilalui dengan proses yang lebih adil dan nyaman. Pengetahuan yang lebih banyak mengenai kemudahan dalam mengajukan keberatan pajak tentunya dapat memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan memberikan hasil yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Bagaimana Kami Dapat Membantu Anda?

Log In

Forgot password?

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.

×